Film Tilik Memperlihatkan Adegan Maksiat, Ini Pendapat Saya!
Cuplikan Film Tilik (Produksi Ravacana Films) |
Oleh : Gelar S. Ramdhani
Beberapa minggu yang lalu salah seorang senior saya, Pak Ade Bastian beliau seorang pecinta dunia perfilman dan juga seorang akademisi (Dosen Universitas Majalengka) dalam sosial medianya beliau memposting sebuah poster film yang berjudul Tilik produksi tahun 2018.
Kemarin saya nonton filmnya di Channel YouTube Ravacana Films. Saya hanya diam, tidak ada ekspresi apapun saat saya menyaksikan film yang berdurasi kurang lebih 32 menit tersebut, meskipun saya diam, hati dan pikiran saya tidak bisa diam, saya marah! sedih! darah saya mendidih melihat film tersebut. Wah kenapa? begini saya jelaskan...
Bagi saya melihat sesuatu itu tidak bisa dilihat dari satu sudut pandang saja, beda sudut pandang, akan beda penilaian. Saya pernah mendengar sebuah cerita, ada empat orang tuna netra (buta) yang disuruh memegang gajah. Masing-masing tuna netra tersebut disuruh memegang bagian gajah yang berbeda-beda, satu orang megang kaki, satu orang megang badan, satu orang megang kepala, satu orang megang ekor, dan ketika empat orang buta tersebut ditanya "Seperti apa gajah menurut anda?" tentu jawabannya akan berbeda-beda, tergantung bagian apa yang dipegangnya.
Begitupun dengan pandangan setiap orang tentang film, ketika saya bertanya kepada anda "Seperti apa film Tilik?", pandangan anda bisa saja sama atau bisa beda dengan saya, itu adalah hal yang wajar.
Kembali lagi ke paragraf kedua, kenapa saya marah dan sedih melihat film Tilik? Sebelumnya saya ingin menghaturkan terima kasih kepada teman-teman Ravacana Films, yang sudah sangat jujur menyuguhkan potret kehidupan sebagai besar masyarakat desa melalui film TiLiK.
Apa yang disampaikan dalam film TiLiK menurut saya memang seperti itu gambaran kehidupan masyarakat desa, meskipun tidak semua seperti itu, dan anda boleh setuju atau tidak, menurut saya sebagian besar masyarakat kita senang menggunjing, ghibah, dan lain sebagainya. Atau dalam bahasa lainnya "senang melihat orang lain susah, dan susah melihat orang lain sebang". Bahkan hal yang belum tentu benar (hoax) sekalipun, bisa dijadikan bahan obrolan menarik, yang tak jarang dibumbui lebih sehingga yang kecil pun bisa semakin besar.
Tentu kita semua tahu bahwa membicarakan keburukan orang lain menurut norma yang berlaku di masyarakat adalah hal yang sangat tidak terpuji, apalagi menurut ajarat Islam sudah jelas dan tegas, Islam melarang untuk ghibah, siapa saja yang meng-ghibah artinya melakukan perbuatan maksiat. Tapi kenapa masih banyak masyarakat disekitar kita yang masih senang menggunjing? Saya tidak memiliki kompetensi untuk menjawabnya, dalam tulisan saya hanya bisa menyampaikan bahwa kita semua perlu meninjau kembali sistem pendidikan di negara kita, apakah sudah berhasil mendidik masyarakat yang lebih berkarakter, terutama karakter simpati dan empati terhadap sesama? -Masa ibunya sedang sakit bahkan masuk ICU, anak-anaknya dijadikan bahan gunjingan masyarakat? (Dalam film Tilik)-.
Saya memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya untuk film Tilik, film ini menurut saya adalah bentuk krtitik sosial yang sangat baik, khususnya kritik untuk dunia pendidikan. Mau sampai kapan perilaku tidak baik terus tumbuh di masyarakat bahkan dianggap wajar karena biasa?.
Simak pula tulisan Gelar S. Ramdhani lainnya klik disini
Apakah anda ingin mengetahui profil penulis tulisan ini? klik disini
----------------------------------------------
Yuk tonton aneka video
Apakah anda ingin mengetahui profil penulis tulisan ini? klik disini
----------------------------------------------
Yuk tonton aneka video
tentang kesehatan gigi dan mulut
dari drg. Gelar S. Ramdhani klik disini
dari drg. Gelar S. Ramdhani klik disini
Bilih teh uhun adegan maksiat pak dok 😅
BalasHapusMuhun saurnamah aya hehehe
HapusMungkin kalau ada yang menyadarkan jangan menggunjing dan di arahkan ke kegiatan yang lebih positif hasilnya akan memuaskan.dan di akhiri dengan masyarakat yang kompak sampai memberikan apresiasi yang menampar masyarakat di dunia nyata untuk terinspirasi dari film tersebut.
BalasHapusSeandainya ada film pembangunan bank sampah.wkwk
Terima kasih atas atensinya :)
HapusClass narasi argumentasi nya. Lanjut kang
BalasHapusHatur nuhun brother
Hapus