Kenapa Harus Ada Tentara?

Ilustrasi tentara
Ilustrasi tentara (sumber gambar: avalonofthearts.gr)
Oleh: Gelar S. Ramhani
Menurut Chalik (2016) tubuh manusia secara fisiologis adalah sebuah sistem yang terorganisir dan memiliki sistem pengaturan yang selalu terkoordinasi dengan baik, tujuannya adalah untuk mempertahankan kondisi tubuh supaya senantiasa dalam kondisi stabil, atau keadaan ini disebut dengan istilah homeostasis. Ketika tubuh manusia dalam keadaan homeostasis maka tubuh manusia dapat bekerja atau melakukan metabolisme dengan baik.
Gambaran sel dalam tubuh manusia
(sumber gambar: ezsermons.blogspot.com)
Struktur fungsional terkecil dalam tubuh manusia adalah sel (Nurcahyo, 2005). Sel dapat bekerja atau melakukan metabolisme dengan stabil (homeostasis), apabila mendapatkan asupan nutrisi yang baik, itulah gambaran kebutuhan manusia secara mikroskopis (sel). Secara makroskopis manusia memiliki beberapa kebutuhan pokok untuk mempertahankan hidupnya, diantaranya adalah kebutuhan makan dan minum. Kebutuhan makroskopis manusia yaitu makanan dan minuman, setelah masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut, akan berubah menjadi nutrisi untuk memenuhi kebutuhan mikroskopis.

Menurut ilmu filsafat, Wattimena (2013) dalam artikelnya disebutkan bahwa manusia memiliki dua naluri, yang pertama naluri untuk meraih kenikmatan, dan yang kedua naluri untuk meraih kekuasaan. Naluri manusia untuk meraih kenikmatan, salah satu contohnya adalah makan. Seperti yang kita rasakan sendiri, betapa tidak nikmatnya hidup ini apabila kita kekurangan makanan, kenapa bisa tidak nikmat? Alasannya sudah saya jelaskan dalam paragraf sebelumnya, bahwa secara fisiologis manusia akan kehilangan kestabilan hidup apabila tubuh kekurangan makanan.

Sejarah peradaban manusia mencatat bahwa manusia sejak zaman prasejarah sudah berusaha melakukan pencarian makanan untuk memenuhi naluri kenikmatannya. Berbagai macam cara manusia prasejarah mencari makanan, diantaranya adalah berburu binatang (Sudrajat, 2012)
Manusia prasejarah mendapatkan makanan dengan cara berburu
(sumber gambar: sahabatnesia.com)
Sudah menjadi hukum alam bahwa dalam setiap usaha yang dilakukan manusia, pasti berhadapan dengan apa yang dinamakan rintangan atau hambatan. Pun demikian halnya dengan usaha manusia prasejarah dalam aktivitas perburuan, juga berhadapan dengan rintangan. Seperti kekurangan hewan buruan, target hewan buruan yang lebih kuat dan buas daripada manusia, atau bahkan serangan balik dari hewan buruan saat manusia tidak dalam keadaan siap tempur untuk berburu.

Masalah hewan buruan yang lebih kuat dan lebih buas daripada manusia, membuat manusia pada saat itu berfikir  bagaimana caranya agar manusia jangan kalah dengan hewan. Salah satu caranya adalah melatih dan mendidik manusia-manusia khusus, yang secara fisik kuat, secara mental berani, serta secara teknik berburu terlatih. Inilah cikal bakal lahirnya tentara dalam sejarah peradaban manusia. Manusia-manusia terlatih dan terdidik ini selain bertugas untuk berburu hewan-hewan buas, juga memiliki tanggung jawab menjaga "perkampungan" manusia pada saat itu dari serangan binatang buas.

Manusia prasejarah hidup berkumpul membentuk sebuah komunitas-komunitas, kemudian mendirikan perkampungan-perkampungan sementara, kenapa sementara? Pola hidup manusia prasejarah cenderung berpindah-pindah atau nomaden, hal ini karena mengikuti persediaan makanan (seperti: hewan buruan), apabila didaerah tersebut banyak persediaan bahan makanan, maka komunitas manusia tersebut akan tinggal dengan mendirikan perkampungan di tempat tersebut, namun apabila persediaan makanan di daerah tersebut menipis, mereka akan berpindah ke tempat lainnya yang memiliki banyak persediaan makanan (Sudrajat, 2012)
Lahirnya konflik antar manusia
Sebuah kelompok atau komunitas, pasti terdiri dari beberapa orang anggota kelompok. Sudah menjadi sebuah keniscayaan, bahwa dalam sebuah kelompok yang terdiri dari banyak anggota, berpotensi terjadi perbedaan pendapat.  Pepatah mengakatakan "Rambut boleh sama hitam, tapi isi kepala belum tentu sama". Perbedaan pendapat memang bisa dikatakan wajar, tapi kita semua harus setuju, bahwa teori terjadinya sebuah konflik antar manusia berawal dari perbedaan pendapat atau perbedaan pemikiran.

Kehidupan manusia prasejarah bisa saja awalnya hanya satu kelompok, akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, kelompok tersebut semakin besar, dan semakin besarnya sebuah kelompok akan linier pula dengan peningkatan dinamika kelompok yang terjadi. Artinya semakin besar sebuah kelompok, semakin besar pula potensi perbedaan pendapat yang terjadi dalam kelompok tersebut. Perbedaan pendapat terkadang menghasilkan sebuah sintesis yang konstruktif, tapi bisa juga perbedaan pendapat malah menghasilkan sebuah dualisme yang kontradiktif. Komunitas yang tadinya satu kesatuan yang kuat, karena adanya perbedaan pendapat, akhirnya sebagian dari komunitas tersebut pecah, dan membuat komunitas baru. Tidak ada jaminan bahwa kelompok yang memisahkan diri tersebut akan menerima dengan lapang daada begitu saja, memisahkan diri atas dasar sebuah ketidakpuasan, sangat memungkinkan menyisakan sebuah rivalitas atau dalam bahasa yang lebih kasarnya adalah dendam. Rivalitas antar dua kelompok yang berbeda tidak jarang menimbulkan konflik yang lebih besar atau bahkan perang.
Rivalitas antar dua kelompok adalah pemicu peperangan
(sumber gambar: photobucket.com)
Sebuah peperangan antar manusia sejak zaman prasejarah hingga hari ini, menuntut setiap kelompok manusia yang ada di dunia ini untuk membentuk dan mengembangkan kekuatan militer. Kekuatan militer manapun yang ada di dunia ini, bukan hanya sekedar sebagai pelindung, melainkan memiliki fungsi sebagai nilai tawar suatu kelompok (bargaining position). Semakin kuat kekuatan militernya maka semakin tinggi nilai tawar seuatu kelompok.
Militer hari ini
Peradaban umat manusia di dunia terus mengalami perkembangan dan terus mengalami perubahan dari waktu ke waktu, secara filosofi militer hari ini tidak berbeda dengan militer zaman prasejarah, akan tetapi dari segi tanggung jawab, tantangan, dan ancaman tentu berbeda. Boleh saja doktrin militer itu rigid secara hierarki komando, tapi secara mindset seorang prajurit harus dinamis mengikuti keadaan zaman. Karena tantangan dan ancaman tidak akan mengikuti kapasitas seorang prajurit, tapi sebaliknya kapasitas seorang prajuritlah yang harus mengikuti perkembangan tantangan dan ancaman.

Referensi:
  • Chalik, Raimundus. 2016. Anatomi Fisiologi Manusia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
  • Nurcahyo, Heru. 2005. Materi Biologi Selular untuk SMAN 5 Yogakarta. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta
  • Sudrajat. 2012. Diktat Kuliah Prasejarah Indonesia. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta
  • Wattimena. Reza, A.A. 2013. Naluri dan Peradaban. Artikel online https://rumahfilsafat.com/2013/06/21/naluri-dan-peradaban/ (diakses tangal 23 September 2018)

Simak pula tulisan Gelar S. Ramdhani lainnya klik disini
Apakah anda ingin mengetahui profil penulis tulisan ini? klik disini

Tulisan paling populer

Rekomendasi Bus dari Jakarta ke Majalengka

Klasifikasi Maloklusi Angle dan Dewey

Klasifikasi Karies Menurut GV Black